Khayangan News

Media Online Paling Akurat dan Terpercaya

Sabtu, 25 Juli 2020

Manuskrip Kuno Kerinci abad ke-16-17 yang Mengagetkan Para Peneliti

gambar: Manuskrip kuno kerinci abad ke-16 bertuliskan Arab Melayu dan Arab Gundul.

Khayangannews.net, Jambi - Manuskrip Kerinci abad 16-17 telah membahas berbagai tema seperti Fiqih, Ilmu Tajwid,Tasawuf, Sejarah dan lain-lain. Manuskrip ini berjumlah 265 halaman. Namun, belum diketahui secara pasti siapa tokoh yang menulis manuskrip berindikasi ditulis pada tahun 1309 Hijriah ini. Kuat dugaan bahwa naskah bertulis tangan di atas kertas Eropa ini adalah salah satu manuskrip karya ulama Kerinci di antara beberapa karya lain yang masih diyakini keberadaannya di beberapa masyarakat Kerinci. Ini membuktikan bahwa Ulama Kerinci telah menulis karya keserjanaan Islam pada abad 16-17. Demikianlah salah satu kutipan dari penggalan diskusi Kerinci Studies Community (KSC) yang dipandu oleh Oga Satria, MA (alumni S2 ilmu Hadits dan Tradisi Kenabian dari UIN Jakarta). 


Diskusi dengan tema kajian manuskrip Kerinci adalah yang pertama kali dihadirkan oleh KSC setelah dalam serial diskusi sebelumnya mambahas naskah akademik dan bedah buku Kerinci. Diskusi ke-4 ini dipandu oleh tuan rumah KSC, Marjan Fadil, dosen IAIN Kerinci yang diselenggarakan di salah satu ruang pertemuan FUAD IAIN Kerinci pada Jumat, 24 Juli 2020. 

Oga Satria selaku narasumber membahas satu catatan dalam naskah tentang Fatwa Rokok. Oga melakukan kajian terhadap naskah fatwa rokok melalui sudut pandang kritik Hadis yaitu melihat sejauhmana penggunaan hadis yang digunakan untuk melegitimasi keharaman rokok. Beberapa hadis yang secara redaksi menegaskan bahwa rokok sebagai haram karena tembakau adalah daun pahit yang diciptakan dari air kencing setan yang dilaknat oleh Allah swt. Bahkan beberapa kutipan hadis juga menegaskan bahwa perokok sama hukumnya dengan peminum khamar. Walau tidak secara khusus menyebut kata 'rokok', terdapat beberapa indikasi penggunaan istilah diantaranya 'Dukkhan' (asap/), opium candu), fahik (penghisap/perokok). 

Menurut kajiannya, Oga mengatakan bahwa hadis-hadis yang dikutip tidak didasarkan pada kitab-kitab hadis yang umum diterima dikalangan ulama. Bahkan, ada kecendrungan bahwa hadis tersebut adalah hadis palsu. Hanya saja, Oga mengungkapkan bahwa perlu dilakukan analisis terhadap konteks. Dalam hal ini, Oga mengutip sumber akademik lain yang membahas tentang Fatwa Rokok dalam manuskrip abad 19 yang ditulis oleh Ayang Utriza Yakin tentang Fatwa Rokok Kiyai Ahmad Rifai Kalisalak. Menurut Yakin, hadis-hadis yang dikutip umumnya dalam fatwa rokok identik dan tidak dapat dipandang sebagai hadis sahih. Ia malah memilih untuk mengkontekstualisasikan penggunaan hadis sebagai bagian dari misi politik dan ekonomi dari ulama yang ingin mengkaunter ekploitasi tembakau oleh Belanda pada masanya di beberapa daerah di Indonesia. 

Pada dasarnya, perdebatan tentang haramnya rokok telah dikaji oleh ulama-ulama terdahulu seperti Syekh Shihab al Qoyyubi, Al Faqih Tabarisi, Muhaqqiq al Mujairami, Ulama ini adalah diantara ulama yang mengharamkan rokok karena alasan banyaknya mudarat yang dihasilkan. Sementara itu, beberapa ulama lain cenderung tidak menemukan adanya larangan spesifik tentang rokok dalam nash-nash. Di antara ulama yang membolehkan rokok ini adalah Al Rusyd dalam Hasiyah al Nihaya, Al Barmawi, dan Ali al Hujuri.

Dalam sesi tanya jawab, beberapa peserta diskusi terlihat antusias dalam merespon fatwa Rokok dalam manuskrip ulama Kerinci dan melebar dalam beberapa isu tentang Islam di Kerinci. Salah seorang peserta diskusi, Buya Khairi,M.Pd menyoroti naskah tulisan arab yang ditulis oleh ulama Kerinci abad 16-17. Menurutnya, tradisi tulis masyarakat Kerinci sudah dilakukan sejak dahulu kala. Masyarakat Kerinci sudah memilik aksara Incung, Jawi, Arab dan Arab Melayu. Ini dikuatkan dengan beberapa sumber tertulis yang ditemukan seperti di tambo Kerinci. Adanya naskah Kerinci yang ditulis dalam bahasa Arab mengindikasikan awal proses rihlah ilmiah ke beberapa sumber Islam di luar Kerinci pada saat itu seperti Arab, Minangkabau, dan lainnya. Karena itu, menurutnya naskah ini dapat dilihat sebagai periodisasi Islam di Kerinci. 

Hal senada juga disampaikan oleh Septa Dinata, peneliti Kerinci yang saat ini menetap di Jakarta, mengungkapkan bahwa analisis terhadap naskah dapat dipakai sebagai corak atau karakter Islam di Kerinci pada saat itu. Ia mengungkapkan bahwa karakter Islam itu sangat bervariasi dan beragam. Bahkan, menurutnya Islam di Kerinci melakukan transformasi budaya hingga saat ini. Salah satu yang dominan pada abad 19-20 M adalah spektrum Islam Puritan, Islam Tarekat, dan Islam Tradisional. Ini terlihat jika kita membandingkan beberapa praktik agama di beberapa tempat di Kerinci. 
gambar: Diskusi bersama peneliti di Ruangan Fakultas Usuludin IAIN Kerinci.

Peserta diskusi lainnya juga turut menanggapi diantaranya Nuzul Iskandar, Dosen IAIN Kerinci, yang mengkritik gramatika bahasa yang dipakai dalam naskah. Nuzul juga mencoba merelevansikan isi naskah dengan konteks tradisi keislaman dikalangan ulama dari Minangkabau. Lebih jauh, Rifki Nurdiansyah, Dosen IAIN Kerinci, memperkaya diskursus dengan menyoroti perdebatan tentang rokok dan fatwa keharaman rokok dalam literatur ulama-ulama nusantara terutama tradisi ulama Islam di Jawa. 

Sebagai kesimpulan, Oga Satria mengatakan bahwa apa yg ditulis ulama Kerinci ini mengindikasikan bahwa Islam di Kerinci telah berkembang pada akhir abad 19. Bahkan ini mendasari bahwa Islam di Kerinci pada abad 20 awal telah jauh berkembang dan banyak manghasilkan ulama-ulama Kerinci berpengaruh hingga saat ini. Beberapa naskah lain yang dapat dilacak adalah seperti Naskah tulis tangan buya Burkan Saleh dari Tanjung Pauh, buya Sayid Satari dari Bunga Tanjung dan sebagainya. 

Diskusi ini juga menghadirkan beberapa peserta dari beberapa kalangan yang diundang. Menurut penyelenggara, peminat diskusi cenderung meningkat namun penyelenggara membatasi undangan sebanyak 15 orang setiap diskusi. "Disamping keterbatasan tempat, kita juga mempertimbangkan standar kesehatan selama adaptasi kebiasaan baru saat ini. Namun, diskusi mingguan ini akan tetap dapat dinikmati di instagram @adatkerinci", tutur Mufdil Tuhri, Peneliti Independen yang menjadi salah satu penggagas KSC.(Kh)


Share:

0 comments:

Posting Komentar



Arsip Blog

Beriklan Di sini?

Untuk beriklan Hubungi Contact Person +62 852 4655 3855





Total Tayangan Halaman